KONSEP PENAMAAN MAKANAN TRADISIONAL DALAM LEKSIKON RITUAL ARUH BAHARIN SUKU DAYAK HALONG: SEBUAH KAJIAN ETNOLINGUISTIK

Authors

  • Hestiyana Balai Bahasa Kalimantan Selatan

DOI:

https://doi.org/10.26499/bebasan.v7i2.105

Keywords:

leksikon, makna semiotis, makanan tradisional, aruh baharin

Abstract

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan konsep penamaan makanan tradisional dalam leksikon ritual aruh baharin suku Dayak Halong dan mendeskripsikan makna semiotis makanan tradisional dalam leksikon ritual aruh baharin suku Dayak Halong. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnolinguistik. Data dalam penelitian ini berupa leksikon nama-nama makanan tradisional dalam ritual aruh baharin suku Dayak Halong dan makna semiotis makanan tradisional tersebut yang diperoleh dari tatuha adat suku Dayak Halong di Kabupaten Balangan. Penyediaan data diperoleh melalui metode simak, metode catat, studi dokumen, dan pustaka. Analisis data mencakup pendeskripsian konsep penamaan makanan tradisional dalam leksikon ritual aruh baharin berdasarkan warna, bahan, dan pinjaman dari bahasa lain. Makna semiotis makanan tradisional dianalisis dari aspek bentuk dan aspek arti serta dilihat dari sudut pandang sistem kepercayaan dan praktik aturan budaya suku Dayak Halong. Penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal. Berdasarkan hasil analisis data, ditemukan 27 leksikon nama makanan tradisional. Dari 27 leksikon nama makanan tradisional dalam ritual aruh baharin tersebut, pemberian konsep penamaan dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu berdasarkan warna, berdasarkan bahan (buah pisang, parutan kelapa muda, serta tepung beras dan tepung beras ketan), dan berdasarkan pinjaman dari bahasa lain. Adapun makna semiotis makanan tradisional dalam ritual aruh baharin mengacu kepada bahan-bahan dasar yang digunakan dan diperoleh dari hasil alam. Gula merah dimaknai sebagai makanan untuk darah manusia atau dianggap sebagai pengganti darah manusia. Air santan dimaknai sebagai lambang kesucian yang mengalir dalam darah manusia. Beras ketan dimaknai sebagai simbol kedekatan hubungan sesama manusia. Kemudian, daun pisang dan daun kelapa muda dimaknai sebagai lambang kehidupan suku Dayak Halong yang akan menuntun kehidupan manusia sebelum menuju kematian atau menghadap Sang Bahatara.

Published

2022-11-29

How to Cite

Hestiyana. (2022). KONSEP PENAMAAN MAKANAN TRADISIONAL DALAM LEKSIKON RITUAL ARUH BAHARIN SUKU DAYAK HALONG: SEBUAH KAJIAN ETNOLINGUISTIK. Jurnal Bébasan, 7(2). https://doi.org/10.26499/bebasan.v7i2.105

Issue

Section

Articles